Kamis, 10 April 2014
kisaran 10.30, aku tidak tahu pastinya. Kala itu aku baru saja selesai menjemur pakaian lalu sebuah panggilan telefon masuk. Itu dari Mba Marmi, memberitahu bahwa pihak rsj bms tdk bs dtg hari ini dikarenakan sibuk, barulah selepas sholat jum'at bisa menjemput kakakku. Baru sebentar berbincang dan memang seperti biasanya kita hanya mengobrol hal-hal yang penting, hujan turun dengan perlahan mengguyur desa kami. Aku segera mengakhiri telefon dan beranjak mengamankan jemuran baju dan padi. Tidak berapa lama, nampak kakakku sedang mengayuh sepeda dari sawah dengan cukup terburu-buru. Sesampainya di halaman, bukannya segera bergabung menyelamatkan padi malah terus berjalan mengabaikan kami. Lalu, dia kembali datang membawa tiga tangkai daun pepaya. Dengan segera meletakkan daun tersebut di atas tumpukan padi yg sudah berhasil dikumpulkan. Satu utk orangtua, satu untuk kakekku, dan satu untuk bi siwen. "ngapurane, ora bisa ngrewangi mung bisa aweh penghalang." tutur kakakku, lalu mengambil sepeda dan kembali ke sawah untuk menyelesaikan urusannya.
bagaimanapun, aku yakin kakakku seorang yg baik. Hanya seringkali caranya salah dan tidak sesuai dengan aturan/kebiasaan warga setempat. Seperti kisah tadi.. Meski hanya dengan daun pepaya, tapi ada pikiran untuk membantu. Dia rela meninggalkan kerjaan di sawah hanya untuk memberi daun pepaya lalu kembali lg ke sawah. Bukankah itu bentuk perhatian?
Ah, hanya dan hanya, tidak semua orang bisa memahami hal itu. Memang terlihat sangat konyol tindakannya tersebut terlebih dengan mp3 dari rekaman suaranya yg dia putar di sepanjang kakinya melangkah. Nampak bukan orang normal dan memang tidak normal. Tapi, begitulah dia. Seorang yg menderita sakit skizofrenia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar